Kapan Puasa Syawal di Mulai, dan Waspadalah!
oleh Sukpandiar Idris Advokat Assalafy pada 01 September 2011 jam 0:42
Salah satu dari pintu-pintu kebaikan adalah melakukan puasa-puasa sunnah. Sebagaimana yang disabdakan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam: “Maukah aku tunjukkan padamu pintu-pintu kebaikan?; Puasa adalah perisai, …” (Hadits hasan shohih, riwayat Tirmidzi). Puasa dalam hadits ini merupakan perisai bagi seorang muslim baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia, puasa adalah perisai dari perbuatan-perbuatan maksiat, sedangkan di akhirat nanti adalah perisai dari api neraka. Dalam sebuah hadits Qudsi disebutkan, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhori: 6502)
Puasa Seperti Setahun Penuh
Salah satu puasa yang dianjurkan/disunnahkan setelah berpuasa di bulan Romadhon adalah puasa enam hari di bulan Syawal. Puasa ini mempunyai keutamaan yang sangat istimewa. Dari Abu Ayyub Al Anshori, Rosululloh bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Romadhon kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164). Dari Tsauban, Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa berpuasa enam hari setelah hari raya Iedul Fitri, maka seperti berpuasa setahun penuh. Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh lipatnya.” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Al Albani dalamIrwa’ul Gholil). Imam Nawawi rohimahulloh mengatakan dalam Syarh Shohih Muslim 8/138, “Dalam hadits ini terdapat dalil yang jelas bagi madzhab Syafi’i, Ahmad, Dawud beserta ulama yang sependapat dengannya yaitu puasa enam hari di bulan Syawal adalah suatu hal yang dianjurkan.”
Dilakukan Setelah Iedul Fithri
Puasa Syawal dilakukan setelah Iedul Fithri, tidak boleh dilakukan di hari raya Iedul Fithri. Hal ini berdasarkan larangan Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Umar bin Khothob, beliau berkata, “Ini adalah dua hari raya yang Rosululloh melarang berpuasa di hari tersebut: Hari raya Iedul Fithri setelah kalian berpuasa dan hari lainnya tatkala kalian makan daging korban kalian (Iedul Adha).” (Muttafaq ‘alaih)
Apakah Harus Berurutan ?
Imam Nawawi rohimahulloh menjawab dalam Syarh Shohih Muslim 8/328: “Afdholnya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari berturut-turut langsung setelah Iedul Fithri. Namun jika ada orang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir-akhir bulan, maka dia masih mendapatkan keuatamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini”. Inilah pendapat yang benar. Jadi, boleh berpuasa secara berturut-turut atau tidak, baik di awal, di tengah, maupun di akhir bulan Syawal. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal sholih. Sebagaimana Allah berfirman,“Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.” (Al Maidah: 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya Iedul Fithri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.
Mendahulukan Puasa Qodho’
Apabila seseorang mempunyai tanggungan puasa (qodho’) sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga, manakah yang didahulukan? Pendapat yang benar adalah mendahulukan puasa qodho’. Sebab mendahulukan sesuatu yang wajib daripada sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewajiban. Ibnu Rojab rohimahulloh berkata dalam Lathiiful Ma’arif, “Barangsiapa yang mempunyai tanggungan puasa Romadhon, hendaklah ia mendahulukan qodho’nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal itu (qodho’) lebih baik daripada puasa sunnah Syawal”. Pendapat ini juga disetujui oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalamSyarh Mumthi’. Pendapat ini sesuai dengan makna eksplisit hadits Abu Ayyub di atas.
Semoga kebahagiaan selalu mengiringi orang-orang yang menghidupkan sunnah Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wa sallam. Wallohu a’lam bish showab.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Komentar AHSI
Dari Hadits di atas mulai puasa sunnah syawal adalah 2 syawal sampai akhir syawal.Dan tak ada hari raya syawal atau syawalan.
WASPADA
Orang yang berpuasa sunnah, bila ditawari minum atau makan, diperbolehkan berbuka bila melihat ada maslahat dalam hal ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukannya, sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim rahimahullah:
Dari ‘Aisyah radhiallahu’anha Ummul- Mu`minin, ia berkata: Pada suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berkata kepadaku:
“Wahai, ‘Aisyah. Apakah engkau mempunyai sesuatu?” Maka aku menjawab: “Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai apa-apa”. Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Kalau begitu aku berpuasa,” lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dan kami mendapatkan hadiah atau datang orang berkunjung. ‘Aisyah radhiallahu’anha berkata: “Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kembali, maka aku sampaikan, ‘Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita diberi hadiah,’ atau ‘ada orang berkunjung kepada kami, dan aku telah menyiapkan sesuatu untukmu’.” Beliau n bertanya: “Apa itu?” Aku menjawab: “Makanan hais”. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Bawalah kesini!” Lalu aku membawanya dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam makan, kemudian berkata: “Tadi aku berpuasa.” (HR Muslim)
Jadi bagi yang ingin puasan sunnah syawal mulai tgl 2 syawal harus di timang-timang lagi, jika antum masih sering silaturrahim atau ziaroh ke kerabat yang pasti di tawari makan dan minum, tentu akan membuat tuan rumah akan kurang nyaman bila di tolak!.Begitupun antum jika bertindak selaku tuang rumah sama saja hukumnya, yakni makruh. Satu hal lagi bagi wanita (Isteri) hem apa lagi pengantin baru ( Pengantin lama juga-SI) harus izin suami dulu.
Palembang, 2 Syawal 1432 H/ 1 September 2011 Jam 00.42WIB
Tukang Herbal, Cari Ilmu, n Advokat (0811195824)
sukpandiar idris advokat assalafy.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar