oleh Sukpandiar Idris Advokat Assalafy pada 25 September 2011 jam 0:31
Selain sia-sia karena tak mungkin menghasilkan keturunan, hubungan seks antara 2 spesies yang berbeda juga berbahaya bagi kesehatan. Dalam sebuah kasus, seorang perempuan tewas mengenaskan setelah disetubuhi seekor anjing gembala.
Kasus yang terjadi pada tahun 2008 silam ini menimpa perempuan Irlandia berusia 43 tahun yang sudah punya 4 orang anak. Tepatnya pada tanggal 7 Oktober 2008, ia melakukan hubungan seks dengan seekor anjing gembala dari ras German Shepherd yang tubuhnya lumayan besar karena diminta temannya.
Beberapa jam sesudahnya, perempuan yang tidak disebutkan namanya ini mengalami anaphylaxis atau reaksi alergi yang berlebihan. Ia mengalami sesak napas dengan disertai gejala mirip alergi kacang, namun sangat parah sehingga harus dilarikan ke Mid-Western Regional Hospital di Limerick, Irlandia.
Reaksi alergi yang dialaminya terlalu parah, hingga akhirnya ia sama sekali tidak bisa bernapas. Dikutip dari Thejournal, Senin (19/9/2011), perempuan yang belakangan diketahui punya kecenderungan fetish atau perilaku seks yang menyimpang ini akhirnya meninggal dunia.
Peristiwa tragis ini bermula dari perjumpaannya dengan sesama kaum fetish, yakni seorang laki-laki 57 tahun bernama Sean McDonnell di sebuah forum internet. McDonnell merupakan pemilik anjing gembala yang sekaligus menyuruh si perempuan bersetubuh dengan anjing tersebut. Sebagai pemilik anjing, McDonnell akhirnya diadili dengan ancama penjara seumur hidup yang hukumannya diputuskan baru-baru ini.
Penyimpangan perilaku seks yang dialami oleh pasangan ini dikategorikan sebagai parafilia, atau ketertarikan seksual terhadap obyek yang tidak wajar. Karena kebetulan obyek yang membuat gairah seksualnya meningkat adalah binatang, maka penyimpangan ini lebih spesifik disebut zoofilia atau bestiality.
Ketertarikan seksual terhadap obyek lain punya nama sendiri-sendiri misalnya pedofilia untuk yang terangsang oleh anak kecil, atau nekrofilia untuk yang terangsang oleh mayat. Ketertarikan terhadap pakaian tertentu seperti stocking dan rok mini lebih lazim disebut dengan istilah umumnya, yakni fetish pakaian (clothes fetish).
Pada pengidap zoofilia, obyek yang membangkitkan ketertarikan seksual tidak selalu sama misalnya ada sebagian laki-laki yang suka menyetubuhi angsa. Sementara pada perempuan, zoofilia biasanya melampiaskan gairah seksnya dengan binatang yang tubuhnya cukup besar misalnya anjing atau kuda.
Melakukan persetubuhan dengan binatang tentu saja penuh risiko. Tak hanya rentan memicu alergi yang mematikan seperti yang terjadi di Irlandia, perilaku ini juga rentan menularkan penyakti-penyakit bersumber binatang yang ditularkan melakui kontak cairan tubuh misalnya rabies. sumber Viva Forum
Termasuk dari kotornya fitrah, terbalik, dan terjungkirnya (fitrah) ke belakang, yaitu seorang manusia menyalurkan syahwatnya pada binatang, makhluk yang tidak dapat berbicara. Engkau akan melihat sifat kemanusiaannya terjungkir ke belakang dikarenakan ia turun pada derajat yang rendah. Maka ia akan mendapatkan dirinya terbelit seks (syahwat) baik dengan keledai, kera, atau apa pun dari semua binatang yang sesuai dengan tabiat dan keinginannya. Maka dia bersetubuh dan melampiaskan syahwat dengan binatang-binatang itu. Sungguh Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam telah bersabda dalam apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radiallaahu ‘anhu,
“مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى شَيْئًا مِنَ الْبَهَائِمِ …”
“Terlaknatlah siapa saja yang mendatangi satu jenis dari binatang….” Hadits ini masih panjang.[1]
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata,
“وَلا رَيْبَ أَنَّ الزَّاجِرَ الطَّبْعِيَّ عَنْ إِتْيَانِ الْبَهِيْمَةِ أَقْوَى مِنَ الزَّاجِرِ الطَّبْعِيِّ عَنِ التَّلَوُّطِ”
“Tidak diragukan lagi bahwa (penentangan) batin akan perbuatan menyetubuhi binatang lebih kuat dari penentangan batin akan perbuatan gay.“[2]
Tidak diragukan lagi, orang yang melakukan perbuatan ini tidaklah menjauh dari semua perbuatan yang keji, bahkan ia berada pada posisi yang lebih besar karena ia tidaklah menyetubuhi binatang, kecuali ketidaksanggupannya untuk bersetubuh dengan binatang, dalam berzina, gay, atau ia dalam keadaan sedang mengigau sehingga tidaklah ia menemui satu perbuatan keji, kecuali melakukannya.
A. Hukum Menyetubuhi Binatang
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata,
لِلْفُقَهَاءِ فِيْهِ ثَلاثَةُ أَقْوَالٍ :
* أَحَدُهَا : يُؤَدَّبُ وَلا حَدَّ عَلَيْهِ.
* وَالثَّانِيْ : حُكْمُهُ حُكْمُ الزَّانِيْ.
* وَالثَّالِثُ : حُكْمُهُ حُكْمُ اللُوْطِيِّ.
”Di kalangan ahli fiqih ada tiga pendapat:
- Yang pertama, ia dididik dan tidak dihukum.
- Yang kedua, hukumannya sama seperti berzina.
- Yang ketiga, hukumannya sama seperti gay.
وَالَّذِيْنَ قَالُوْا بِْقَتْلِهِ احْتَجُّوْا بِحَدِيْثِ ابْنِ عَبَّاسٍ الَّذِيْ رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ عَنِ النِّبِيِّ : « مَنْ أَتَى بَهِيمَةً فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوهَا مَعَهُ »، قَالُوْا لأَنَّهُ وَطْءٌ لا يُبَاحُ بِحَالٍ فَكَانَ فِيْهِ الْقَتْلُ كَحَدِّ الْلُوْطِيِّ، وَمَنْ لَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ حَدًّا قَالُوْا : “لَمْ يَصِحْ فِيْهِ الْحَدِيْثُ، وَلَوْ صَحَّ لَقُلْنَا بِهِ وَلَمْ يَحِلَّ لَنَا مُخَالَفَتُهُ”.
“Adapun mereka yang berpendapat agar dibunuh, berdalil dengan hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, dari Nabi Shallallaahu ’alaihi wasallam :
” مَنْ أَتَى بَهِيمَةً فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوهَا مَعَهُ “
“Siapa saja yang mendatangi binatang maka bunuhlah ia dan bunuhlah binatangnya bersamanya.“[3]
Mereka berpendapat karena perbuatan ini tidak diperbolehkan dalam keadaan bagaimanapun maka dia dibunuh sebagaimana hukuman bagi pelaku gay. Adapun kelompok yang berpendapat tidak adanya hukuman, mereka berkata,
” لَمْ يَصِحَّ الْحَدِيْثُ، وَلَوْ صَحَّ لَقُلْنَا بِهِ وَلَمْ يَحِلَّ لَنَا مُخَالَفَتُهُ “
“Hadits (di atas) tidak shahih, jika hadits ini shahih sungguh kami akan berpendapat dengannya dan tidak halal bagi kami untuk menyelisihinya.”[4]
Al-Imam Al-Auza’i Rahimahullah berpendapat ada hukuman bagi pelakunya dan yang selainnya berpendapat agar dita’zir.[5] Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah memberikan catatan terhadap hadits Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu, beliau berkata, “Dalam hadits itu terdapat dalil agar binatangnya dibunuh. Adapun alasannya sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Dawud Rahimahullah dan Al-Imam An-Nasai Rahimahullah, dikatakan kepada Ibnu Abbas Radhiallaahu ‘anhu:
” مَا شَأْنُ الْبَهِيمَةِ ؟ ”
“Bagaimana dengan binatangnya?”
Beliau Radhiallaahu ‘anhu menjawab:
” مَا أَرَاهُ قَالَ ذَلِكَ إِلاَّ أَنَّهُ يُكْرَهُ أَنْ يُؤْكَلَ لَحْمُهَا وَقَدْ عُمِلَ بِهَا ذَلِكَ الْعَمَلُ “
“Aku tidak tahu kalau Rasulullah Shallallaahu ’alaihi wasallam berkata seperti itu (yakni dibunuh). Hanya saja dagingnya makruh untuk dimakan karena hewan tersebut telah disetubuhi.”
Adapun alasan pendapat untuk hewan yang disetubuhi ini telah berlalu begini dan begitu… -sampai ucapan beliau: disebutkan dalam Al-Bahr bahwa binatang tersebut disembelih, walaupun dagingnya tidak dimakan agar tidak terlahir keturunan yang jelek, sebagaimana diriwayatkan bahwa ada seorang penggembala yang menyetubuhi hewan, lalu hewan itu melahirkan keturunan yang jelek.”[6] Selesai ucapan Ibnul Qayyim.
Yang tampak dari perkataan Ibnul Qayyim Rahimahullah bahwasanya beliau menguatkan pendapat agar orang yang menyetubuhi binatang dibunuh. Hal tersebut dimaksudkan dalam kitabnya Al-Jawaab Al-Kaafi, hlm. 128.
[1] Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam Al-Ausath dan oleh Al-Hakim, ia berkata, “Sanadnya shahih.”
[2] Al-Jawaab Al-Kaafii, hlm. 201.
[3] Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad (2420), Abu Dawud (4464), At-Tirmidzi (1454), Al-Hakim (4/355) dan Al-Baihaqi (8/233-234) dari Ibnu Abbas dan sanadnya hasan, Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah (2565) dari Ibnu Abbas juga dengan lafal: “Siapa saja yang menyetubuhi mahramnya, maka bunuhlah ia, dan siapa saja yang menyetubuhi binatang, maka bunuhlah ia dan bunuhlah binatangnya”, di dalam sanadnya ada kelemahan, tetapi sanad hadits ini lebih shahih, lihat Zaadul Ma’aad, Jilid 5, hlm. 41 yang ditahqiq oleh Al-Arnauth.
[4] Al-Jawaab Al-Kaafii.
[5] Ahkaamul Qur’aan karya Al-Jashshaash, Jilid 5, hlm. 105.
[6] Fiqhus Sunnah, Jilid 2, hlm. 370.
SUMBER :
Buku SEKS BEBAS UNDERCOVER (Halaman 84-87), Penulis Asy-Syaikh Jamal Bin Abdurrahman Ismail dan dr.Ahmad Nida, Penerjemah Syuhada abu Syakir Al-Iskandar As-Salafi, Penerbit Toobagus Publishing, Bandung.
Cikarang Barat, 25 Syawal 1432 H/ 24 September 2011 Jam.00.32 WIB
Tukang Herbal, Cari Ilmu, n Advokat (0811195824)
blog-sukpandiaridrisadvokatassalafy.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar