Rabu, 18 April 2012

Mengapa Kenduri Tahlilan Bid'ah? ,Tinjauan Sejarah, dan Apakah ia dari Syi'ah?


Mengapa Kenduri Tahlilan Bid'ah (tinjauan sejarah), dari Syiahkah?

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 19 April 2012 pukul 0:04 ·
Kenduri sebuah kata yang tak asing di telinga kita. Sayang tak banyak yang tahu bahwa kata tersebut asalnya bukan dari Indonesia, akan tetapi dari luar Indonesia.

ken·du·ri n perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, dsb; selamatan: 
mereka mengadakan -- untuk menujuh hari neneknya; 
-- arwah selamatan memperingati atau mendoakan roh (jiwa) orang yg telah meninggal; 
ber·ken·du·ri v 1 mengadakan kenduri; 2 menghadiri acara kenduri; 
me·ngen·du·ri·kan ark v menggunakan (menjadikan, memperlakukan) sesuatu sbg barang kenduri: ia berjanji akan ~ seekor kerbau apabila ia terpilih menjadi kepala desa. Sumber  Kamus Besar Bahasa Indonesia on line.

Dalam Bahasa Persia  ( Sekitar Iran-Iraq  asal muasal perkembangan syi'ah-SI) Kenduri asal kata dari "Kanduri " yang berarti Pesta makan setelah berdoa kepada Allah.sumber Google books

Surabaya (ANTARA News) - Pengamat budaya dan sejarah Agus Sunyoto menegaskan bahwa budaya kenduri kematian yang dilakukan umat Islam di Nusantara, khususnya di tanah Jawa bukan karena pengaruh Hindu atau Budha karena di kedua agama itu tidak ditemukan ajaran kenduri.

"Dalam agama Hindu atau Budaha tidak dikenal kenduri dan tidak pula dikenal peringatan orang mati pada hari ketiga, ketujuh, ke-40, ke-100 atau ke-1.000," katanya pada seminar internasional, "Cheng Hoo, Wali Songo dan Muslim Tionghoa Indonesia di Masa Lalu, Kini dan Esok" yang digelar Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo dan PITI di Surabaya, Minggu.
Ia mengemukakan bahwa catatan sejarah menunjukkan orang Campa memperingati kematian seseorang pada hari ketiga, ketujuh, ke-40, ke-100 dan ke-1.000. Orang-orang Campa juga menjalankan peringatan khaul, peringatan hari Assyuro dan maulid Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam .

"Mencermati fakta itu, maka saya berkeyakinan tradisi kenduri, termasuk khaul adalah tradisi khas Campa yang jelas-jelas terpengaruh faham Syi`ah. Demikian juga dengan perayaan 1 dan 10 Syuro, pembacaan kasidah-kasidah yang memuji-muji Nabi Muhammad menunjukkan keterkaitan tersebut," katanya.

Bahkan, katanya, istilah kenduri itu sendiri jelas-jelas menunjuk kepada pengaruh Syi`ah karena dipungut dari bahasa Persia, yakni Kanduri yang berarti upacara makan-makan memperingati Fatimah Az Zahroh, puteri Nabi Muhammad SAW.sumber antaranews.com

Akan Tetapi...

Dalam agama Hindu, dalam prosesi menuju alam Nirwana menghadap Ida Sang Hyang Widi Waksa mencapai alam Moksa, diperintahkan melakukan selametan atau kirim do’a, 1 hari, 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, mendak pisan, mendak pindo dan nyewu. Dan hal inipun juga dilakukan oleh masyarakat Islam hal tersebut tidak ada dasar/dalil dari al-Quran dan Hadits.

Dasar ritual-ritual tersebut tidak terdapat dalam al-Quran maupun as-Sunnah, namun terdapat dalam kitab-kitab maupun buku-buku agama Hindu, seperti;
  • Kitab Mahanarayana Upanisad,
  • Buku Ritual-Ritual Hindu dalam budaya Jawa karya Prof. Dr. Ida bedande Adi Suripto, seorang Duta dari agama Hindu untuk negara Nepal, India, Vatikan dan Roma. Dan sekarang menjabat sebagai sekretaris PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia). Bahkan dalam buku ini juga tedapat tatacara agama Hindu dalam merawat kandungan seorang ibu, seperti nelonan, tingkepan dsb.
  • Kitab Sama Weda hal. 373 ayat 1,
  • Kitab Samhita, buku satu, baga satu, hal 20, dalam kitab-kitab itu jelas disebutkan untuk melakukan pengorbanan dan kirim doa pada orang tua pada hari ke 1, ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, mendak pisan, mendak pindo dan nyewu.

sumber >Read more: http://mantankyainu.blogspot.com/2011/09/kesaksian-mantan-pendeta-hindu-tentang.html#ixzz1h1ct82

Asal Usul Tahlilan

Sebelum Islam masuk ke Indonesia, tealah ada kepercayaan/ keyakinan  yang di anut oleh sebagian besar penduduk tanah air ini, diantaranya Animisme dan dinamisme ( berarti sebelum datang Agama Nidu dan Budha-penulis-SI). Diantaran keyakinan tersebut adalah bahwa arwah bergentayangan di sekitar rumah selama 7 hari, kemudian meninggalkan rumah tersebut, setelah 40 hari kembali lagi, begitu sterus, hari ke 100 hari ke seibu..., akibatnya masyarakat takut dengan hal tersebut. Kemudian mereka mengusirnya dengan bacaan mantra-mantrayang tak jelas maknanya.

Setelah Islam  masuk ke Indonesia, kalimat tersebit di ganti dengan kalimat thoyyibah ( kalimat yang baik) yang biasa di sebut dengan tahlilan, hal ini banyak mengalami perubahan baik, penambahan maupun pengurangan dari tiap generasinya, sehingga kita jumpai acara tahlilan di suatu daerah berbeda dengan prosesi tahlilan di tempat lain. sumber> bacaan: "Penjelasan Gamblang seputar Hukum Yaasinan, Tahlilan dan Selamatan", karnya Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali , Pustaka Al-Ummat  cetakan Sya'ban 1427 H, hal:25-26 dengan di ringkas oleh penulis  note ini.

Apa Itu Bid'ah?

Bid'ah menurut bahasa adalah: sesuatu yang baru ( diada-adakan).

Sedangkan menurut Istilah adalah: Sesuatu yang di ada-adakan di dalam masalah agama yang menyelisihi apa yang di tempuh Nabi Shallallahu 'alaihi wasllam dan para sahabatnya, baik berupa aqidah ataupun amal.
(Sumber bacaan: Ensiklopedia Bid'ah kumpulan fatwa Syaikh bin Baaz, Lajna Da'imah, Syaikh Utsaimin, Syaikh Al-Jibrin dan Syaikh Fauzan, yang di himpun oleh Hammud bin Abdullah al-Mathar. Daarul Haq: Cetakan III , Rojab 1426H, hal:67).

Hukum Bid'ah

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan sesuatu pun.” (QS. Al Kahfi [18] : 110)
Ibnu Katsir( dalam tafsirnya) mengatakan mengenai ayat ini, “Inilah dua rukun diterimanya amal yaitu [1] ikhlas kepada Allah dan [2] mencocoki ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Kesimpulan

1. Kenduri tahlilan berdasarkan sejarah boleh jadi dari ajaran Animisme atau Dinanisme, atau boleh jadi dari agama Hindu, bahkan sangat mungkin dari Syi'ah!.

2. Oleh Karena bedasarkan data di atas jelas kenduri tahlilan bukan berasal dari Islam , maka ia termasuk bid'ah

3. Kenduri Tahlilan berarti perayaan / hari raya kematian, sedangkan hari raya Islam ada 2 yaitu 'Idul Fitrih dan 'Idul adha, kalaupun mau di tambah termasuk hari Jumat.
“Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari raya yang lebih baik dari dua hari raya kalian, yaitu Hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha.” HR. Abu Dawud dan An-Nasa`i dengan sanad shahih. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2021.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Wahai kaum muslimin, sesungguhnya saat ini adalah hari yang dijadikan oleh Allah sebagai hari raya untuk kalian. Karena itu, mandilah dan kalian harus menggosok gigi.” (H.R. Thabrani dalam Mu’jama Ash-Shaghir, dan dinilai shahih oleh Al-Albani)
Wallallahu 'alam.

Cikarang Barat ,27 Jumadil Awwal 1433 H, 19  April 2012 Jam 00.04 WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Minggu, 15 April 2012

Agar syetan Lari terkentut -Kentut , Ini Cara nya


Agar Syetan Lari Terkentut-Kentut, Ini Caranya

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 7 April 2012 pukul 0:09 ·
Banyak cara untuk mengusir syetan dari tubuh manusia: tentunya yang sesuai syariat. Antara lain: Bacaan Al-Quran, Hadits yang shahih, dan lainnya. Lalu bagaimana pula dengan adzan?

"Sesungguhnya apabila muadzin mengumandangkan adzan maka syeitan akan lari dengan terkentut-kentut". HR.Muslim 883, Ad-Daraquthni dalam al-Mu'talif wal Mukhtalif 2/962 dan Abu Awanah dalam Musnadnya 1/334-335.

Abu Awanah mengatakan setelah meriwayatkan hadits ini," dalam hadits ini terdapat dalil bahwa seorang apabila merasa ada syeitan atau mendapati ada orang yang kesurupan lalu dia adzan , maka syeitan akan lari darinya ( tubuh orang tersebut-AH).

Dan memang hal ini terbukti. AHSI sendiri telah membuktikannya meruqyah dengan adzan ( bukan berarti ana tukang ruqyah lho). Jadi mudah bukan tuk mengusir syetan!. Ada yang mo coba?!

Cikarang Barat ,15 Jumadil Awwal  1433 H, 7  April  2012 Jam 00.09  WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Jangan Mau di tertawakan Syetan


Jangan mau di tertawakan oleh Syetan

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 14 April 2012 pukul 0:07 ·
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan benci terhadap menguap. Maka apabila ia bersin, hendaklah ia memuji Allah (dengan mengucapkan ‘Alhamdullillah’). Dan merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mendengarnya untuk mendoakannya. Adapun menguap, maka ia berasal dari syetan. Hendaklah setiap muslim berusaha untuk menahannya sebisa mungkin, dan apabila mengeluarkan suara ‘ha’maka saat itu syetan menertawakannya.” (HR.Al- Bukhari)

Allah membenci menguap karena menguap adalah aktivitas yang membuat seseorang karena banyak makan/berlebihan , demikian Imam An-Nawawi berkata dalam Syarah an-Nawawi 'ala Muslim, yang pada akhirnya membawa pada kemalasan dalam beribadah. Menguap adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah, terlebih-lebih ketika pada waktu shalat. Para Nabi tidak pernah menguap, dikarenakan menguap adalah salah satu aktivitas yang dibenci oleh Allah.

“Menguap adalah dari syetan, maka jika salah seorang di antara kalian menguap, hendaklah ia menahannya sedapat mungkin.” (HR Muslim) Ketika seseorang ingin menguap hendaknya ia menutup mulutnya dengan tangan kiri, karena menguap adalah salah satu perbuatan yang buruk.

Bid'ah seputar Menguap

Banyak kaum muslim ketika menguap dengan ber ta'awwudz ( a'udzu billahiminasy syaithonirr rojim-AH), ketahuilah ini tak ada keterangan sama sekali dari al-Quran dan As-Sunnah. Tapi ini kan baik, tolok ukur baik adalah dengan timbangan Quran dan Sunnah yang shahih.Bukan yang lain

Cikarang Barat ,22 Jumadil Awwal 1433 H, 14 April 2012 Jam 00.07 WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Syaikh Abdul Qodir Jailany, Ulama Ahlussunnahkah Dia?


Syaikh Abdul Qodir Jaelany, Ahlussunnahkah ?

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 15 April 2012 pukul 0:01 ·
Hampir semua kaum muslim di Indonesia sangat akrab dengan nama yang satu ini. Sayang kebanyakan cuma terbatas pada menyikapinya dengan berlebihan. Berlebihan se akan-akan beliau punya ke saktian yang mandra guna. Atau yang lebih parah ada yang menganggap beliau termasuk kaum sufi!, benarkah?


Nama lengkap beliau
 Seorang ahli sejarah Islam, Ibnul Imad menyebutkan tentang nama dan masa hidup Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany: “Pada tahun 561 H hiduplah Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan bin Al-Mutsanna bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailany”.(Lihat Syadzarat Adz-Dzahab (4/198) oleh Ibnul Imad Al-Hanbaly)

Tempat kelahiran beliau
 Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany adalah salah seorang ulama ahlusunnah yang berasal dari negeri Jailan. Kepada negeri inilah beliau dinasabkan sehingga disebut “Al-Jailany”, artinya seorang yang berasal dari negeri Jailan.Jailan merupakan nama bagi beberapa daerah yang terletak di belakang Negeri Thobaristan. Tidak ada satu kota pun terdapat di negeri Jailan kecuali ia hanya merupakan bentuk perkampungan yang terletak pada daerah tropis di sekitar pegunungan. (Lihat Mu’jam Al-Buldan (4/13-16) Oleh Abu Abdillah Yaqut bin Abdillah Al-Hamawy)

Komentar para ulama tentang beliau
 Para ulama memberikan pujian kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany termasuk orang yang berpegang-teguh dengan sunnah dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, Qodar, dan semisalnya, bersungguh-sungguh dalam membantah orang yang menyelisihi perkara tersebut. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany berkata dalam kitabnya Al-Ghun-yah yang masyhur: [Allah berada di bagian atas langit, bersemayam di atas Arsy, menguasai kerajaan, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, kepada-Nya lah naik kata-kata yang baik dan amalan sholeh diangkatnya. Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, lalu urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kalian.Tidak boleh Allah disifatkan bahwa Dia ada di segala tempat. Bahkan Dia di atas langit, di atas Arsy sebagaimana Allah berfirman, “Ar-Rahman (Allah) tinggi di atas Arsy”.
Kitab Al-Ghun-yah di atas, judul lengkapnya adalah: “Ghun-yah Ath-Tholibin” sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Azhim Abadi dalam Aunul Ma’bud (3/300), dan Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7/430)  Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah berkata,“Kami masuk Baghdad tahun 561 H. Ternyata Syaikh Abdul Qadir termasuk orang yang mencapai puncak kepemimpinan dalam ilmu , harta, fatwa dan amal disana. Penuntut ilmu tidak perlu lagi menuju kepada yang lainnya karena banyaknya ilmu, kesabaran terhadap penuntut ilmu, dan kelapangan dada pada diri beliau. Orangnya berpandangan jauh. Beliau telah mengumpulkan sifat-sifat yang bagus, dan keadaan yang agung. Saya tak melihat ada orang yang seperti beliau setelahnya.” (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab.) 
Kehebatan-kehebatan yang dinisbatkan kepada beliau  Adapun khurafat yang biasa dinisbahkan kepada beliau sebagaimana yang telah kami sebutkan contohnya di atas, maka Al-Hafizh Ibnu Rajab Rahimahullah berkata: “Akan tetapi Al-Muqri’ Abul Hasan Asy-Syanthufi Al-Mishri telah mengumpulkan berita-berita, dan keistimewaan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany sebanyak tiga jilid. Ia telah menulis di dalamnya suatu musibah, dan cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta jika ia menceritakan segala yang ia dengar. …. Di dalamnya terdapat keanehan, malapetaka, pengakuan dusta, dan ucapan batil, yang tak bisa lagi dihitung. Semua itu tak bisa dinisbahkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany rahimahullah. Kemudian saya mendapatkan Al-Kamal Ja’far Al-Adfawy telah menyebutkan bahwa Asy-Syanthufi sendiri tertuduh dusta dalam berita yang ia riwayatkan dalam kitab ini.” (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab)  Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: “Mereka telah menyebutkan dari beliau (Abdul Qadir Al-Jailany) ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, pengungkapan urusan gaib, yang kebanyakannya adalah ghuluw (sikap berlebih-lebihan). Beliau orangnya sholeh dan wara’. Beliau telah menulis kitab Al-Ghun-yah, dan Futuh Al-Ghaib. Dalam kedua kitab ini terdapat beberapa perkara yang baik, dan ia juga menyebutkan di dalamnya hadits-hadits dha’if, dan palsu. Secara global, ia termasuk di antara pemimpin para masyayikh (orang-orang yang berilmu)”. (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (12/252) oleh Ibnu Katsir) 

Kesimpulannya:  Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama ahlussunnah wal jamaah, salafi. Mempunyai karya-karya ilmiah di antaranya kitab Al-Ghun-yah dalam masalah tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat, yang di dalamnya beliau menjelaskan tentang akidah ahlussunnah. Sebagian ulama belakangan menyebutkan bahwa memang beliau mempunyai beberapa karamah, hanya saja sebagian orang-orang jahil lagi ghulum kepada beliau terlalu memperbesar-besar kejadiannya dan banyak menambah kisah-kisah palsu lagi dusta lalu menyandarkannya kepada beliau -rahimahullah-.  Wallahu 'alam bishshawab.salah satu sumber tulisan ini >
Sumber: http://al-atsariyyah.com/?p=405


Cikarang Barat ,23 Jumadil Awwal 1433 H, 15 April 2012 Jam 00.01 WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Selasa, 03 April 2012

Muslim Itu Harus Cerdas


Muslim itu Harus Cerdas

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 26 Maret 2012 pukul 0:40 ·
Allah memilki hamba-hamba yang cerdas
Mereka mencerai dunia dan takut berbagai fitnah ( Cobaan/ujian-AH)

Mereka memperhatikannya lalu ketika tahu
Bahwa dunia bukan " Tanah Air" bagi orang yang hidup

Maka mereka menganggapnya sebagai samudra
Dan Menjadikan amal shalih mereka sebagai bahtera ( perahu-kendaraan-SI) untuk mengarunginnya.
Syair penyair ,di nukil dari Syarah Arbain An-Nawawi penyusun Sayyid bin Ibrahim al-Huwaithi Darul Haq Robiul Awwal 1427 H.

Hal ini senada dengan Quran Surat Yunus ayat ; 24

innamaa matsalu alhayaati alddunyaa kamaa-in anzalnaahu mina alssamaa-i faikhtalatha bihi nabaatu al-ardhi mimmaa ya/kulu alnnaasu waal-an'aamu hattaa idzaa akhadzati al-ardhu zukhrufahaa waizzayyanat wazhanna ahluhaa annahum qaadiruuna 'alayhaa ataahaa amrunaa laylan aw nahaaran faja'alnaahaa hashiidan ka-an lam taghna bial-amsi kadzaalika nufashshilu al-aayaati liqawmin yatafakkaruuna
24. Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dan langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya , dan pemilik-permliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya , tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang berfikir.

Begitulah seorang muslim jika ia di ingatkan ia berbuat syirik , berbuat bid'ah atau maksiat lainnya, kan tetapi tetap ngeyel , sungguh ia menurutkan hawa nafsunya tanpa kenadli fikir dan iman.Akan tetapi bila ia cerdas tentu takut sekali dengan kekuasaanNya.


Cikarang barat ,3 Jumadil Awwal  1433 H, 26 Maret 2012 Jam 00.40  WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Bolehkah Berjalan Ketika Sholat


Bolehkah Berjalan Ketika Sholat?

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 27 Maret 2012 pukul 0:06 ·
Banyak orang beranggapan berjalan ketika sholat , maka sholatnya jadi batal. Benarkah?

Aku ( 'Aisyah-AH) ingin masuk ke rumah ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sedang shalat. Letak pintu ada di arah kiblat. Beliau pun berjalan sedikit sampai membukakan pintu untukku“, lalu beliau kembali ke tempat sholatnya,". HR.Abu Dawud di shahihkan ole Al-ALbany.

Lebih banyak melangkahpun juga tak mengapa, asal ada keperluan, misal membunuh binatang yang berbahaya seperti Ular, Kalajengking. (HR.Ibu Hibban-Al-ALbany menshahihkannya). Juga menahan orang lewat di depan saat kita sholat >HR.Mutaffaqun'alaihi.

Maju beberapa langkah untuk sutrah, misal ketika kita sholat di Masjid sutrah kita adalah orang yang sedang sholat atau sedang duduk , tiba-tiba ( sutrah/ orang tadi)  berpindah ke tempat lain maka kita boleh melangkah mencari sutroh. Sumber kajian langsung yang ana ikuti.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: لاَ تُصَلِّ إِلاَّ إِلَى سُتْرَةٍ، وَلاَ تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ، فَإِنَّ مَعَهُ الْقَرِيْنَ“Janganlah engkau shalat melainkan ke arah sutrah (di hadapanmu ada sutrah) dan jangan engkau biarkan seseorang pun lewat di depanmu. Bila orang itu menolak (tetap ngotot ingin lewat, –AH.), perangilah karena bersamanya ada qarin (setan).” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya dan berkata Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ashlu Shifah Shalatin Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, 1/115: “Sanadnya jayyid.”)Demikian pula perintah beliau untuk menancapkan tombak sebagai sutrah untuk shalat yang ditunjukkan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu 'anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (no. 494) dan Muslim (no. 1115) dalam Shahih keduanya. 

Cikarang barat ,4 Jumadil Awwal  1433 H, 27 Maret 2012 Jam 00.06  WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Haramkah Alat Potong Ayam Modern?


Haramkah Penyembelihan Ayam dengan Alat Modern

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 28 Maret 2012 pukul 0:05 ·
Alat modern di sini adalah yang menggunakan  listrik, biasanya dengan cara Ayam di gantung dengan kepalanya menghadap ke tanah ( bukan kiblat-AH), ayam di sirami air dingin dan di aliri muatan listrik, proses ini bertujuan untuk membersihkan ayam dari kotoran dan membius ayam dengan muatan listrik, lalu ayam di gerakkan ke tempat selanjutnya dimana tersedia besi tpis tajam berbentuk bundar sehingga puluhan ayam yang di gantung berputar mengitari pisau otomatis itu dapat di sembelih secara serentak.

Tinjaun Syar'i

- Penyiraman air yang bermuatan listrik untuk membius tadi, memang tidak menyebabkan kematian ayam, akan tetapi jika ayam dalam kondisi sakit mungkin saja penyiraman air itu menyebabkan ayam mati sebelum di sembelih, bila ini terjadi jelas bahwa hukum nya adalah bangkai ( haram-AHSI)

- Penyembelihan dengan pisau otomatis memungkinkan terjadinya ayam tidak terpotong urat saluran pernafasan dan salu makanannya, dikarenakan ayam tersebut bergerak menjauh dari pisau otomatois, lalu ayam di celupkan ke air hangat dan mati, dan ia jadi bangkai.

Bagaimana saat penyembelihan di ucapkan "Bismillah"  saat menyalakn mesin pemotong dengan qiyas hewan pemburu, silakan baca Al-Maaidah ayat:4..
Qiyas ini batil , karena ayam tadi bukan hewan liar / hewan buruan. Di sarikan dari Kitab Ustadz, Dr.Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer 2012 BMI Publishing.

Komentar AHSI

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyembelih beberapa onta qurbannya dengan tangan beliau sendiri kemudian sisanya diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu untuk disembelih. (lih. Ahkaamul Idain, 32), ada yang menyebutkan Rosulullah shallallahu 'alaihi wasallam menyembelih 70 onta, sisan sahabat Ali bin Abi Tholib. ada yang menyebutkan 60 an, Yang jelas berapapun banyak hewan yang mo di sembelih bukan soal untuk di sembelih satu persatu, . faidahnya jelas yaitu, penyembelihan dengan car ini sesuai syariat, menghadap kiblat, di bacakan Bismillah.

Karena itu waspadalah terhadap Ayam yang di potong dengan tak menghadap kiblat, tak di sebut bismillah, di potong tak sesuai syariat.Wallallahu 'alam.

Ana lihat di Video You To be ayam KFC di potong tak menghadap kiblat, ayam nya menghadap ke bawah ( tanah).

Bagaimanakh jika Ragu? ( Halal Atau Haram)

Dari Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,إنَّ الحَلالَ بَيِّنٌ وإنَّ الحَرَامَ بَيِّنٌ ، وبَينَهُما أُمُورٌ مُشتَبهاتٌ ، لا يَعْلَمُهنّ كثيرٌ مِن النَّاسِ ، فَمَن اتَّقى الشُّبهاتِ استبرأ لِدينِهِ وعِرضِه ، ومَنْ وَقَعَ في الشُّبُهاتِ وَقَعَ في الحَرَامِ ، كالرَّاعي يَرعَى حَوْلَ الحِمَى يُوشِكُ أنْ يَرتَعَ فيهِ ، ألا وإنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى ، ألا وإنَّ حِمَى اللهِ محارِمُهُ ، ألا وإنَّ في الجَسَدِ مُضغَةً إذا صلَحَتْ صلَحَ الجَسَدُ كلُّه ، وإذَا فَسَدَت فسَدَ الجَسَدُ كلُّه ، ألا وهِيَ القَلبُ“Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas adalah salah satu hadits yang menjadi pondasi dasar agama Islam. Imam Ahmad rahimahullah pernah mengatakan, “Pondasi dasar agama Islam ada pada tiga hadits: hadits Umar (Sesungguhnya semua amalan dengan niat), hadits Aisyah (barangsiapa membuat-buat hal baru dalam urusan kami yang bukan termasuk padanya, pasti tertolak) dan hadits Nu’man bin Basyir, (Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas).”


Cikarang barat ,5 Jumadil Awwal  1433 H, 28 Maret 2012 Jam 00.06  WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Apa Itu jalan yang Lurus


Apa Itu jalan yang Lurus?

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 29 Maret 2012 pukul 0:19 ·
Al Imam Ibnul Qoyyim rohimahullah ta'ala mengatakan " Mengenai shirath al-Mustaqiim, suatu jalan itu tidak bisa di sebut shirath hingga memenuhi 5 kriteria :

1. Lurus, 
Karena jalan ( lurus) adalah jalan yang terdekat menghubungkan 2 titik, Nah jika bengkok maka akan makin jauh, (Malah bisa kesasar-AHSI);

2. Menyampaikan kepada tujuan dan maksud
Jalan itu menunjukkan kepada maksud;

3. Jalan Tersebut dekat mencapai tujuan;
ya karena lurus tadi(AH);

4. Jalan tersebut longgar sehingga cukup untuk semua orang yang mau melewatinya;

5. Jalan tersebut merupakan jalan satu-satunya yang akan mengantarkan ke tempat tujuan.Madarijus salikin. Majalah Al-Furqon edisi Robi'ul Akhir 1433, dengan sedikit perubahan  redaksi dari AH>

Komentar SI
Dari Muawiyah bin Abu Sufyan Radhiyallahu 'anhu berkata, ketahuilah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdiri di tengah-tengah kami, lalu bersabda.

أَلَا إِنَّ مَنْ قَبْلَكُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ افْتَرَقُوا عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَإِنَّ هَذِهِ الْمِلَّةَ سَتَفْتَرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ ثِنْتَانِ وَسَبْعُونَ فِي النَّارِ وَوَاحِدَةٌ فِي الْجَنَّةِ وَهِيَ الْجَمَاعَةُ 

Ketahuilah, bahwasanya Ahlul Kitab sebelum kalian terpecah menjadi tujuhpuluh dua golongan. Dan bahwasanya, umat ini akan terpecah menjadi tujupuluh tiga golongan. Tujuhpuluh dua di neraka, dan hanya satu yang di surga, yaitu Al Jama’ah. [HR.Ahmad dan lainnya] 

Mengomentari hadits ini, Amir Ash Shan’ani rahimahullah berkata,“Penyebutan bilangan pada hadits ini, bukan untuk menjelaskan banyaknya orang yang binasa. Akan tetapi, hanya untuk menerangkan luasnya jalan-jalan kesesatan dan cabang-cabang kesesatan, serta untuk menjelaskan bahwa jalan kebenaran itu hanya satu. Hal ini, sama dengan yang telah disebutkan oleh ulama ahli tafsir berkaitan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَتَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. [Al An’am:153].

Pada ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta'ala menggunakan bentuk jamak pada kata yang menerangkan “jalan-jalan yang dilarang mengikutinya”, guna menerangkan cabang-cabang dan banyaknya jalan-jalan kesesatan serta keluasannya. Sedangkan pada kata “jalan petunjuk dan kebenaran“, Allah Subhanahu wa Ta'ala menggunakan bentuk tunggal. (Ini) dikarena jalan al haq itu hanya satu, dan tidak berbilang. 

Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata.

خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا ثُمَّ قَالَ هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ ثُمَّ قَالَ هَذِهِ سُبُلٌ قَالَ يَزِيدُ مُتَفَرِّقَةٌ عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ ثُمَّ قَرَأَ إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus bagi kami, lalu bersabda,”Ini adalah jalan Allah,” kemudian beliau membuat garis lain pada sisi kiri dan kanan garis tersebut, lalu bersabda,”Ini adalah jalan-jalan (yang banyak). Pada setiap jalan ada syetan yang mengajak kepada jalan itu,” kemudian beliau membaca.

إِنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ

Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. [Al An’am:153]. [HR.Ahmad ].

Cikarang Barat ,6 Jumadil Awwal  1433 H, 29 Maret 2012 Jam 00.19 WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

KPR Syari'ah yang Tak syar'i


KPR Syariah yang tak Syar'i

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 30 Maret 2012 pukul 5:20 ·
KPR syariah yang dipercaya sebagai solusi teraman mewujudkan rumah idaman ternyata juga menyimpan masalah besar. Label syariah pada hakekatnya tidak lebih pemaksaan istilah. Siapa pun yang bersedia memahami akan menyimpulkan: tak ada beda KPR bank syariah dengan KPR bank konvensional.
Memiliki rumah megah, atau mobil mewah, adalah impian setiap orang. Termasuk Anda. Bukankah demikian? Pertanyaan besar yang mungkin selama ini menyelimuti benak Anda ialah dengan apa Anda bisa mewujudkan impian indah itu? Semakin Anda memikirkannya, impian itu semakin pudar. Tak ayal lagi, Anda jadi putus asa. Bagi banyak orang, untuk mewujudkan hunian keluarga ekstra instan, saat ini hanya tersisa satu pintu sempit. Yakni menggunakan fasilitas kredit yang ditawarkan oleh berbagai lembaga keuangan, termasuk perbankan. Hampir telah menjadi paten bagi banyak kalangan, bila ingin menikmati indahnya rumah idaman atau mobil mewah, harus rela menjadi nasabah bank. Benarkah membeli rumah atau mobil idaman
hanya bisa dilakukan dengan utang jangka panjang dari bank?

KPR DITINJAU DARI SYARIAT
Penyaluran KPR biasanya melibatkan tiga pihak. Yakni Anda sebagai nasabah, pengembang perumahan (developer) dan bank atau lembaga keuangan/pembiayaan. Setelah melalui proses administrasi, biasanya Anda diwajibkan membayar uang muka (down payment/DP) sebesar 20 persen dari harga jual. Setelah mendapatkan bukti pembayaran DP, bank akan melunasi sisa pembayaran rumah sebesar 80 persen. Tahapan selanjutnya, sudah dapat ditebak: Anda menjadi nasabah (debitur) bank penyalur KPR.
Sekilas, pada akad kredit tersebut Anda tidak menemukan hal yang perlu dipersoalkan. Terlebih berbagai lembaga keuangan syariah mengklaim bahwa mereka berserikat dengan Anda dalam pembelian rumah. Anda membeli 20 persen dari rumah itu. Sedangkan lembaga keuangan syariah membeli sisanya, yaitu 80 persen. Dan pada saatnya nanti, lembaga keuangan menjual kembali bagiannya yang 80 persen itu kepada Anda. Namun bila Anda cermati lebih jauh, niscaya Anda akan menemukan berbagai kejanggalan secara hukum syariat. Tiga hal berikut layak dipersoalkan secara hukum syariat.
1. Adanya DP (Down Payment, Uang Muka)
Pembaca yang budiman, sejujurnya ketika Anda membayar DP—biasanya 20 persen dari harga jual rumah—kepada pengembang, apa niat Anda? Apakah uang sebesar itu merupakan uang muka ataukah penyertaan modal Anda untuk membeli rumah? Saya yakin, semua orang, termasuk lembaga keuangan terkait, menyadari bahwa uang Anda yang 20 persen itu adalah uang muka, dan bukan penyertaan modal. Jika realitanya demikian, sejatinya Anda selaku nasabah telah membeli rumah secara utuh. Artinya, secara syariat, dengan membayar DP, berarti pembeli (nasabah) telah dianggap memiliki rumah yang dia beli. Kesimpulan ini didasari pada ketentuan hukum jual-beli dalam syariat. Bahwa barang yang telah dijual secara sah menjadi milik pembeli, terlepas dari lunas atau tidaknya pembayaran. Karena dalam aturan jual-beli secara kredit, barang resmi menjadi milik pembeli, meskipun belum lunas. Dengan demikian, kehadiran dan keterlibatan lembaga pembiayaan Kendaraan bermotor maupun rumah layak dipersoalkan
Dari fenomena KPR, Anda dapat pastikan bahwa peran lembaga keuangan tersebut hanya sebatas membiayai alias mengutangi. Karena bank secara aturan perundangan tidak diperkenankan melakukan kegiatan bisnis riil, termasuk membeli rumah.
Di saat yang sama, Anda juga dapat menyoal keberadaan DP dari sisi lain. Mengapa lembaga keuangan senantiasa mempersyaratkan adanya DP? Bukankah akan lebih baik dan benar-benar membantu masyarakat bila lembaga keuangan menangung seluruh dana pembelian rumah, dan selanjutnya dikreditkan di masyarakat?
2. Nasabah Membayar Lebih
Selain peran lembaga keuangan yang hanya sebatas membiayai atau mengutangi, ternyata pada prakteknya, lembaga keuangan tersebut memungut keuntungan dari nasabah KPR. Tidak diragukan, keutungan ini haram karena riba. Haramnya keuntungan yang dipersyaratkan dalam akad utangpiutang adalah konsensus ulama, dan telah dituangkan dalam kaidah ilmu fiqih berikut:
“Setiap piutang yang mendatangkan keuntungan, maka itu adalah riba” (al-Qawaid an-Nuraniyah, hlm. 116) 
3. Akad Penjualannya Hanya Sekali
Klaim bahwa lembaga keuangan dalam KPR melakukan penyertaan modal dalam pembelian rumah, nampaknya tidak sesuai fakta. Buktinya, Anda tidak pernah membeli bagian mereka yang 80 persen. Kalaupun lembaga keuangan bersikukuh telah melakukan penyertaan modal dan kemudian menjualnya kembali kepada Anda, itu pun tetap menyisakan masalah besar. Bila pun klaim lembaga keuangan benar, berarti mereka telah menjual barang sebelum sepenuhnya mereka terima, dan itu terlarang secara syariat.
Dari sahabat Ibnu Abbas Radliallahu ‘anhu, beliau menuturkan,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai melakukan serah terima barang tersebut.”Ibnu Abbas berkata: “Saya berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya seperti bahan makanan.” (Muttafaqun alaih)
Thawus mempertanyakan sebab larangan ini kepada sahabat Ibnu Abbas Radliallahu ‘anhu: “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas:Bagaimana kok demikian? Ibnu Abbas menjawab: “Itu karena sebenarnya yang terjadi adalah menjual dirham dengan dirham, sedangkan bahan makanannya ditunda.” (Muttafaqun‘Alaih)
MENABUNGLAH DAN BERDOA
KPR yang menurut banyak orang solusi untuk mewujudkan rumah impian, ternyata menyimpan masalah status kehalalannya. Telah demikian jelas, menabung itu solusi untuk mewujudkan rumah idaman. Lebih bagus lagi bila Anda mencari pemodal yang sudi mengkreditkan rumah secara langsung kepada Anda, tanpa campur tangan pihak ketiga. Dan tidak kalah penting, memohonlah kepada Allah dengan sepenuh hati. Percayalah, dengan usaha halal, diiringi doa yang tulus, rumah idaman Anda akan terwujud.
Wallahu a’alam bisshawab
sumber:artikelnya Ustadz Dr.Muhammad Arifin Badri> Majalah Pengusaha Muslim, Edisi 24 (Februari 2012) dengan sedikit perubahan judul dan editi redaksional dari AHSI.

Komentar AHSI

Aturannya semua Bank mau konvensional atau syar'ah harus mengacu pada suku bunga yang telah di tetapkan oleh Bank Indonsia (BI). Selama itu pula riba' akan tetap berlangsung walau judulnya KPR syar'iah.

Cikarang Barat ,7 Jumadil Awwal  1433 H, 30 Maret 2012 Jam 05.20 WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824

Doa di Kala Galau


Doa di Kala Galau > Karena BBM Naik, Belum Berjodoh , de el el

oleh Sukpandiar Idris Advokat As-salafy pada 31 Maret 2012 pukul 0:37 ·
Apa arti galau ? >

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV (2008), disebutkan bahwa “galau” berarti kacau (tentang pikiran); “bergalau” berarti (salah satu artinya) kacau tidak keruan (pikiran); dan “kegalauan” berarti sifat (keadaan hal) galau. Jadi berdasarkan penjelasan itu maka yang dimaksud dengan “galau” adalahsuatu keadaan dimana pikiran kita sedang ada dalam kondisi kacau dan tidak keruan. Sementara kalau kita lihat di Google Translate, bahasa Inggris “galau” adalahhubbub dan confusion. Ini berarti “galau” disini lebih dekat dengan keadaan pikiran yang sedang bingung. Bisa bingung dengan: BBM akan naik,  jodoh, soal hutang, bingung bayar kontrakan de el el-AHSI.

Jangan bingung ada doanya koq. Baca terus ya

اللَّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِي وَنُورَ صَدْرِي وَجِلَاءَ حُزْنِي وَذَهَابَ هَمِّي
Allaahumma innii 'abduka wabnu 'abdika wabnu amatik, naashiyatii biyadik, maadlin fiyya hukmuk, 'adlun fiyya qadlaa'uk, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahuu fii kitaabika, au 'allamtahu ahadan min khalqika, awis ta'tsarta bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka, an taj'alal Qur'aana rabii'a qalbii wanuura shadrii wajalaa'a huzni wa dzahaaba hammii

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Ubun-ubunku berada di tangan-Mu. Hukum-Mu berlaku pada diriku. Ketetapan-Mu adil atas diriku. Aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang menjadi milik-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu, agar Engkau jadikan Al-Qur'an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi kegelisahanku."
Doa di atas didasarkan pada hadits dari Abdullah bin Mas'ud radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seseorang tertimpa kegundahan dan kesedihan lalu berdoa (dengan doa di atas) . . . melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kegelisahannya serta menggantikannya dengan kegembiraan.

Ibnu Mas'ud berkata, "Ada yang bertanya, 'Ya Rasulallah, bolehkah kita mempelajarinya?' Beliau menjawab, 'Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya'." (HR. Ahmad dalam Musnadnya I/391, 452, Al-Hakim dalam Mustadraknya I/509, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya VII/47, Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 2372, Al-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Kabir no. 10198 –dari Maktabah Syamilah-. Hadits ini telah dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim, keduanya banyak menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka. Juga dihasankan oleh Al-Hafidz dalam Takhriij Al-Adzkaar dan dishahihkan oleh Al-Albani  dalam al-Kalim al Thayyib hal. 119 no. 124 dan Silsilah Shahihah no. 199.)

Apabila yang Berdoa Seorang Wanita

Bentuk lafadz doa di atas untuk mudzakar (laki-laki), Ana 'Abduka (aku hamba laki-laki-Mu), Ibnu 'Abdika Wabnu Amatik (anak laki-laki dari hamba-laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba perempuan-Mu).  Kalau yang berdoa adalah laki-laki tentunya lafadz tersebut tepat dan tidak menjadi persoalan. Namun, bila yang berdoa seorang muslimah, apakah dia harus mengganti lafadz di atas dengan bentuk mu'annats (untuk perempuan), yaitu dengan Allaahumma Inni Amatuk, Ibnatu 'Abdika, Ibnatu Amatik (Ya Allah aku adalah hamba wanita-Mu, anak perempuan dari hamba laki-laki-Mu dan anak perempuan dari hamba perempuan-Mu)?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah ditanya tentang seorang wanita yang mendengar doa di atas, tapi dia tetap berpegang dengan lafadz hadits. Lalu ada yang berkata padanya, ucapkan, "Allahumma Inni Amatuk . . . ." namun dia menolak dan tetap memilih lafadz dalam hadits, apakah dia dalam posisi yang benar ataukah tidak?

Kemudian beliau menjawab, "Selayaknya dia mengucapkan dalam doanya, "Allahumma Inni Amatuk, bintu amatik  . . ." dan ini adalah yang lebih baik dan tepat, walaupun ucapannya, 'Abduka, ibnu 'abdika memiliki pembenar dalam bahasa Arab seperti lafadz zauj (pasangan; bisa digunakan untuk suami atau istri-pent), wallahu a'lam." (Majmu' Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah: 22/488)

Syaikh Abdul 'Aziz bin Baaz rahimahullah pernah juga ditanya tentang cara berdoanya seorang wanita dengan doa tersebut. Apakah wanita itu tetap mengucapkan, "wa ana 'abduka wabnu 'abdika" (dan saya adalah hamba laki-laki-Mu dan anak laki-laki dari hamba laki-laki-Mu) ataukah harus mengganti dengan, "Wa ana amatuk, ibnu 'andika atau bintu 'abdika"?

Beliau rahimahullah menjawab, "Persoalan ini luas Insya Allah, Persoalan dalam masalah ini luas. Apabila wanita itu berdoa sesuai dengan hadits, tidak apa-apa. Dan jika berdoa dengan bentuk yang ma'ruf bagi wanita, Allahumma innii amatuk, wabnutu 'abdika, juga tidak apa-apa, semuanya baik. (http://binbaz.org.sa/mat/11509)

Kandungan Doa

Doa di atas mengandung persoalan-persoalan pokok dalam akidah Islam di antaranya:
1. Rasa gundah dan sedih yang menimpa seseorang akan menjadi kafarah (penghapus dari dosanya) berdasarkan hadits Mu'awiyah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sabda,
مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ فِي جَسَدِهِ يُؤْذِيهِ إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ
"Tidak ada sesuatu yang menimpa seorang mukmin pada tubuhnya sehingga membuatnya sakit kecuali Allah akan menghapuskan dosa-dosanya." (HR. Ahmad 4/98, Al-Hakim 1/347 dan beliau menyatakan shahih sesuai syarat Syaikhain. Imam al-Dzahabi menyepakatinya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam al-Shahihah 5/344, no. 2274)

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94): “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu:

a. Dia mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).

b. Dia lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta'ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala.

Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau larut dalam kesedihan karena kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, tak akan akan berlalu tanpa arti.

Dengannya Allah akan memberi pahala dan menghapuskan dosamu. . .

Dari penjelasan ini, ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung dengan mendapatkan penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan kebaikan bahkan mendapatkan murka Allah Ta’ala karena dia marah dan tidak sabar atas taqdir tersebut.”

2. Kedudukan ubudiyah merupakan tingkatan iman tertinggi. Karenanya, seorang muslim wajib menjadi hamba Allah semata dan senantiasa beribadah kepada-Nya, Dzat yang tidak memiliki sekutu. Hal ini ditunjukkan lafadz, Inni 'Abduka Wabnu 'Abdika Wabnu Amatik (Sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba laki-laki-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu).

Kedudukan ubudiyah merupakan tingkatan iman tertinggi. Karenanya, seorang muslim wajib menjadi hamba Allah semata dan senantiasa beribadah kepada-Nya, Dzat yang tidak memiliki sekutu.

3. Semua urusan hamba berada di tangan Allah yang diarahkan sekehandak-Nya. Dan masyi'ah (kehendak) hamba mengikuti kehendak Allah. hal ini ditunjukkan oleh lafadz, Naashiyatii biyadik (Ubun-ubunku berada di tangan-Mu).

4. Allah yang berhak mengadili dan memutuskan perkara hamba-hamba-Nya dalam perselisihan di antara mereka. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, 'Adlun fiyya qadla-uka (Ketetapan-Mu adil atas diriku). Allah Ta'ala berfirman,
إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
"Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, . ." (QS. Yuusuf: 40)

5. Ketetapan takdir-Nya adil dan baik bagi seorang muslim. Jika dia mendapat kebaikan, bersyukur, dan itu baik baginya. Sebaliknya, bila tertimpa keburukan (musibah atau bencana) dia bersabar, dan itupun baik baginya. Semua perkara orang mukmin itu baik, dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh ornag beriman. (HR. Muslim)

6. Anjuran untuk bertawassul dengan Asmaul Husna (Nama-nama Allah yang Mahaindah) dan sifat-sifatnya yang Mahatinggi. Allah perintahkan sendiri bertawassul dengannya dalam firman-Nya,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
"Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu . ." (QS. Al-A'raaf: 180)

7. Nama-nama Allah dan sifat-sifatnya adalah tauqifiyyah yang tidak diketahui kecuali melalui wahyu. Allah sendiri yang menamakan diri-Nya dengan nama-nama tersebut dan mengajarkannya kepada para hamba-Nya.

8. Nama-nama Allah tidak terbatas pada 99 nama. Hal ini ditunjukkan oleh lafadz, awis ta'tsarta bihii fii 'ilmil ghaibi 'indaka (atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisi-Mu).

Sedangkan hadits yang menerangkan jumlah nama Allah ada 99,
إنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ
"Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafalnya pasti masuk surga." (HR. Bukhari dan Muslim) Menurut imam al-Khathabi dan lainnya, maknanya adalah seperti orang yang mengatakan "Saya memiliki 1000 dirham yang kusiapkan untuk sedekah," yang bukan berarti uangnya hanya 1000 dirham itu saja. (Majmu' Fatawa: 5/217)

9. Al-Qur'an memberi petunjuk kepada jalan yang paling lurus. Keberadaannya laksana musim semi bagi hati orang mukmin, memberi kenyamanan pada hatinya, menjadi cahaya bagi dadanya, sebagai pelipur kesedihannya, dan penghilang bagi kesusahannya. Hal ini menunjukkan kedudukan Al-Qur'an yang sangat tinggi dalam kehidupan manusia, baik individu, masyarakat, atau suatu umat.

10. Siapa yang datang kepada Allah pasti Allah akan mencukupkannya, siapa yang menghaturkan kefakirannya kepada Allah, Dia pasti mengayakannya. Siapa yang meminta kepada-Nya, pasti Dia akan memberinya. Hal ini ditunjukkan lafadz hadits, "Melainkan Allah akan menghilangkan kesedihan dan kesusahannya serta menggantikannya dengan kegembiraan."

11. Wajib mempelajari Al-Sunnah dan mengamalkan serta mendakwahkannya. Sesungguhnya Sunnah memuat petunjuk kehidupan manusia secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan oleh kalimat di ujung hadits, "Ya, sudah sepatutnya orang yang mendengarnya untuk mempelajarinya." Wallahu a'lam bil Shawab. (Badrul Tamam (voa-islam.com) dengan sedikit tambahan dan perubahan judul seperlunya dari AHSI)).

Cikarang Barat ,8 Jumadil Awwal  1433 H, 31Maret 2012 Jam 00.37 WIB
AH-Tukang Bekam, Herbal dan Advokat, CP 0811 195824